Jumat, 29 Juni 2018

BELAJAR DARI IMAM SYU'BAH IBNU HAJJAJ KETIKA MENDENGAR SEBUAH KHABAR

Oleh : Utsman Abdurrahman

Kisah ini disebutkan Al Baihaqiy dalam Al Qira’ah Khalfal Imaam, bahwa Al Imam Syu’bah bin Al Hajjaj rahimahullah dikenal sebagai seorang yang tegas dan sangat keras dalam menyikapi para perawi hadits yang menyimpang atau lemah.

Beliau melakukan perjalanan melintasi berbagai negeri untuk memastikan keadaan perawi hadits. Meski itu hanya untuk memastikan keshahihan satu hadits saja, beliau menempuh perjalanan panjang tersebut. Beliau meneliti suatu hadits dan mendatangi satu persatu perawi yang disebutkan dalam sanad hadits itu.

Beliau mengunjungi Abdullah bin Atha’ di Makkah. Di sana, Abdullah bin Atha’ menyatakan bahwa ia mendengar hadits itu dari Sa’ad bin Ibrahim.

Beliaupun beranjak pergi menuju tempat Sa’ad bin Ibrahim yang berada di Madinah. Ternyata, sampai di Madinah, Sa’ad bin Ibrahim menjelaskan bahwa hadits itu ia dengar dari perawi yang tempat tinggalnya ada di dekat kediaman Syu’bah, di Bashrah (Iraq), yaitu Ziyaad bin Mikhraaq. Syu’bah pun kembali pulang ke Bashrah.

Ketika menemui Ziyaad bin Mikhraaq, dikatakan kepada beliau bahwa hadits itu didengar dari Syahr bin Hawsyab, seorang perawi hadits yang memiliki unsur kelemahan.

Itulah sebuah keteguhan seorang Imam dalam memastikan sebuah khabar apakah hadits tersebut Shahih? Dhaif? Atau bahkan Maudhu, rela melakukan perjalanan yang cukup melelahkan di masanya. Beliau mulai dari Kotanya Bashrah menuju Makkah, namun sesampainya di Makkah rawinya menujukkan ke kota Madinah, setelah ia sampai Madinah ditujukkan kembali ke kotanya yakni Bashrah. Dan setelah ia melakukan perjalanan yang cukup jauh justru ia mendapatkan hadits tersebut adalah hadits dhaif.

Mungkin bagi sebagian orang tidak penting dalam menentukan sebuah khabar, tapi bagi pencari kebenaran dalam menentukan sebuah khabar adalah hal yang penting. Khabar yang shahih atau benar akan menjauhi kita dari Prasangka, sedangkan Prasangka merupakan sebuah Perkataan Yang Paling Dusta. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam sebuah hadits lain Nabi shallallahu'alaihi wa sallam juga bersabda :

”Cukuplah seseorang dikatakan berdusta, jika ia menceritakan setiap yang dia dengar.” (HR. Muslim).

Imam Malik rahimahullah mengatakan ;

”Ketahuilah, sesungguhnya seseorang tidak akan selamat jika dia menceritakan setiap yang didengarnya, dan dia tidak layak menjadi seorang imam (yang menjadi panutan, pen), sedangkan dia selalu menceritakan setiap yang didengarnya. (Dinukil dari Muntahal Amani bi Fawa’id Mushtholahil Hadits lil Muhaddits)

Maka ambillah pelajaran dari kisah Syu'bah Ibnu Hajjaj rahimahullah diatas sebagai pelajaran berharga bagi kita dalam mengambil sebuah khabar. Dan layaklah bahwa Syu'bah Ibnu Hajjaj diakui seorang Imam dalam bidang hadits. Dan dijuluki Imamnya Para Imam. Semoga bermanfaat !

Wallahu a'lam bish-shawwab