Senin, 01 Januari 2018

RIUH ANSHAR DAULAH ISLAM DI TELEGRAM

Oleh : Abana Ghaida
Seiring dengan melesatnya perkembangan teknologi informasi, maka perubahan mode pencarian informasi, interaksi, dan diskusi pun semakin canggih. Dewasa ini, ada banyak aplikasi yang bisa digunakan sebagai wadah dan sarana berinteraksi sosial, di antaranya adalah aplikasi Telegram. Hanya dengan bermodalkan gadget dan koneksi internet, setiap orang sudah dapat bergabung ke dalam grup-grup dan berbagai channel guna mengakses informasi dan saling berdiskusi dalam ranah-ranah yang menjadi common interest bagi seluruh anggotanya. Pun demikian dengan Anshar Daulah Islam.
Bahkan, ada fenomena menarik di kalangan para munashir (pendukung/pembela) Daulah Islam. Dengan adanya Telegram yang diklaim cukup aman, banyak munashir yang melakukan ‘hijrah maya’, berhijrah dari sejumlah media sosial seperti Twitter dan Facebook, menyeberang ke Telegram, demi kemudahan akses informasi.
Banyak individu munashir berlomba-lomba menghadirkan grup atau channel yang isinya semua tentang Daulah Islam. Seiring dengan meningkatnya fluktuasi ‘popularitas’ Daulah Islam, grup-grup Anshar Daulah Islam pun tumbuh subur bak cendawan di musim hujan.
Setiap grup berusaha menyajikan informasi-informasi seputar Daulah Islam. Mulai dari info tentang operasi militer yang dilakoni junud (tentara) Khilafah, kabar tentang futuhat (penaklukan) suatu wilayah, tahkim syariat Islam, kemajuan-kemajuan yang diperoleh tiap departemen (diwan) di Daulah Islam, dan lain sebagainya.
Saking banyaknya grup anshar Daulah Islam, jika seorang pendukung berpartisipasi di lebih dari satu grup, maka dipastikan gadget-nya takkan berhenti berdering menyuarakan setiap notifikasi yang masuk. Jika seseorang bergabung ke dalam sejumlah grup, tak jarang juga dia akan mendapatkan berita-berita, informasi, data, dan rilisan video yang sama di setiap grupnya.
Riuh Anshar Daulah Islam di Telegram sungguh bergemuruh. Kita merasakan semangat hebat dari setiap grup dalam memberikan advokasi dan menyuguhkan informasi terkait Daulah Islam. Gelora luar biasa yang patut diapresiasi.
Bergabung ke dalam grup-grup Telegram memang seru dan membunuh jemu. Selain mengetahui info dan rilisan terbaru, kita juga dapat berinteraksi dengan sesama member penghuni grup; mengobrol ngalor-ngidul, berdiskusi, sharing informasi, dan bergurau sekalipun. Melalui Telegram, mengetahui dan mengakses berbagai informasi dan rilisan sungguh sangat mudah. Kita hanya tinggal menunggu setiap notifikasi yang masuk ke gadget. Tak perlu susah-susah mengakses dan melakukan scrolling seperti di Facebook ataupun Twitter.
Namun, ada satu persoalan yang harus dihindari, jangan sampai kita merasa sudah mendapatkan informasi dan kabar mengenai Daulah Islam secara komprehensif, lalu merasa nyaman ‘disuapi’ info-info Daulah Islam di Telegram, hingga kemudian terlena dan mengabaikan kewajiban hijrah dan jihad. Na’udzubillah min dzalika.
Wahai ikhwah, jangan kita terperdaya dan melupakan hijrah, serta jihad yang saat ini merupakan fardhu ‘ain sejak tanah Andalusia direbut orang-orang kafir. Berhati-hatilah, jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ada dalam firman Allah di ayat ke-46 di surat At-Taubah. Allah berfirman, “Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.”
Terlebih lagi jika kita hanya merasa puas dengan cukup membaca kabar, analisa, serta menonton dan menyimak risan-rilisan Daulah Islam. Kita jangan hanya puas dan mencukupkan diri dengan klaim “munashir” (pendukung/pembela) di Telegram. Jangan jadikan Telegram sebagai ‘rumah’ dan zona nyaman.
Dalam risalahnya berjudul Khudh Al-Ghimar Wa La Tansahib, Abul Fida Al-Mayadini melontarkan pernyataan menarik. Dia menulis, “Saudara muslimku, ketahuilah semoga Allah memberkahimu bahwa al-munasharah (dukungan/pembelaan) tidak berlaku bagi orang yang memiliki kemampuan untuk berhijrah. Seungguhnya dukung-mendukung hanyalah bagi orang yang tidak mampu berhijrah dan berjihad.”
Maknanya, dukung-mendukung hanyalah diperuntukkan bagi orang yang tidak mau mengupayakan diri berhijrah dan berjihad. Berhijrah ke Darul Islam dan berjihad fisabilillah haruslah menjadi prioritas utama setiap muwahhid lagi jihadis. Terlebih lagi bagi mereka yang sudah berada di bumi Khilafah, dukung-mendukung Daulah Islam di media sosial adalah hal yang absurd. Abul Fida menerangkan, “Ketahuilah, tidak ada dukungan via jejaring sosial bagi orang yang sudah ada di negeri Khilafah. Bagaimana bisa Anda menjadi seorang “pendukung”, sementara Anda memiliki jalan menuju medan jihad?! Setiap wilayah mempunyai kerja masing-masing.”
Abul Fida juga bahkan sampai mempertanyakan titel “munashir” (pembela) yang diklaim sejumlah pendukung Daulah Islam sebagai label yang sama dengan “mujahid media”. Menurutnya, antara label “munashir”, dengan mujahid media bak panggang jauh dari api.
“Saudara-saudara kalian di jabhat (front) berada dalam kondisi-kondisi antara kesyahidan, mushab (cedera), ribath (berjaga-jaga di garis perbatasan), inghimasi (berjibaku dengan musuh), dan lain sebagainya. Jika musim dingin tiba, mereka menggigil kedinginan. Apabila datang musim panas, mereka terbakar kepanasan. Sedangkan kalian berada dalam kondisi serba nyaman, duduk manis di ruangan berpendingin udara. Kalian makan dan minum dengan enaknya. Kalian tidak merasa kelelahan selain rasa pegal di jari jempol akibat terlalu lama menari-nari di atas keypad gadget. Apakah hanya dengan masuk ke Telegram, lalu Anda dengan gampangnya menahbiskan diri sebagai seorang “munashir”?! Tidak, demi Allah, seperti ini bukanlah bagian dari pembelaan,” tegasnya.
Ada perbedaan signifikan antara orang yang disebut sebagai “mujahid media” dengan orang yang disebut sebagai pendukung. Mujahid media bukanlah orang yang sekadar membela Daulah Islam hanya dengan beberapa cuitan di Twitter atau beberapa postingan status di Facebook. Mujahid media adalah orang yang benar-benar murni pekerjaannya full time (purna waktu) membela Khilafah melalui tulisan, rilisan audio dan video. Bukan melakukan pembelaan via media secara part time (paruh waktu), mengisi waktu luang di sela-sela pekerjaan utamanya. Bagi seorang mujahid media, tidak ada satu pun berita, kecuali dia pasti akan melansirny. Semua hashtag (tagar) yang ada kaitannya dengan Daulah Islam, pasti akan dia ikuti. Tidak ada satu kedustaan, melainkan dia niscaya akan meresponsnya.
Menyoal fenomena grup-grup anshar Daulah Islam di Telegram.
Kadang, ada segelintir pertanyaan usil yang acapkali menggelitik di benak penulis; apa gunanya grup anshar Khilafah jika para membernya tiada lain adalah para pendukung Khilafah Islamiyah?! Apa urgensinya melansir berita dan advokasi tentang Daulah Islam kepada orang-orang yang memang sudah cinta Daulah Islam?
Sejatinya juga, sampaikan edukasi, advokasi, dan informasi tentang Daulah Islam di tempat-tempat dan grup-grup yang dipenuhi masyarakat awam. Sampaikan info dan advokasi kepada orang-orang yang belum memahami hakikat dan manhaj Daulah islam, bahkan kepada para pendengki.
Manfaatkan seluruh media yang ada, guna menghadirkan rasa takut (ar-ru’b) di hati orang-orang kafir. Ini mengingat, selain pembunuhan dan penyembelihan, “menimpakan rasa ketakutan” di hati kuffar merupakan salah satu senjata efektif yang tersedia.
Allah berfirman, “Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri.” (Al-Hasyr: 2).
Perhatikanlah ayat tadi, Allah menolong orang-orang beriman melalui senjata ‘rasa takut’. Sehingga kekalahan mereka terjadi akibat dari senjata tersebut.
Dan terpenting lagi, semestinya dukungan dan pembelaan terhadap manhaj Daulah Islam tidak sekadar riuh dan gelora di Telegram-an sich, tanpa diterjemahkan ke dalam bahasa realitas. Setiap amalan yang diserukan Khalifah Syaikh Abu Bakar Al-Baghdadi dan Juru Bicara Resmi Khilafah Islam Syaikh Abu Muhammad Al-Adnani selayaknya juga diejawantahkan dalam ranah praksis, di Indonesia khususnya. Semoga (!)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber : KDI Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar