Minggu, 14 Januari 2018

Memenuhi (Mencukupi) Kebutuhan Keluarga Para Mujahid

Ayyuhal Ikhwah, polemik di tubuh Umat Islam hari ini sangat banyak dan ini merupakan tugas kita bersama, dari mulai pelecehan kepada Islam, sampai di gusurnya Mahad-mahad yang mengajarkan aqidah yang benar oleh Rezim Penguasa Durjana, dan tak lupa banyak diantara Para Pejuang yang jujur serta Para Da'i yang lantang menyuarakan kebenaran tak luput dari incara Para Autad durjana sehingga penjara-penjara setan berjenis manusia di penuhi oleh Hamba-hamba Allah yang jujur dalam amal dan perkataannya.

Mereka rela meninggalkan Anak dan Istrinya hanya demi mengaharapkan keridhaan Allah agar Allahlah satu-satunya dzat yang diibadahi, dan tak ada hukum yang berhak mengatur selain hukum-Nya. Akan tetapi diantara Hamba-hamba Allah itu ada yang membutuhkan uluran baik tangan-tangan kita, karena diantara mereka memiliki Anak dan Istri yang butuh kebutuhan sehari-hari maka sudah sepantasnya kita yang memiliki kelapangan rizki untuk selalu ingat kepada keluarga pejuang syari’at. Karena diantara pahala yang diraih oleh orang-orang yang mencukupi kebutuhan keluarga yang berjihad sama halnya dengan jihad itu sendiri.

Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

“Barangsiapa MENYIAPKAN keberangkatan seorang tentara Islam dalam jihad di jalan Allah, BERARTI IA IKUT BERJIHAD. Dan barangsiapa MENJAMIN kebutuhan keluarga yang ditinggalkannya dengan baik, BERARTI IA IKUT BERJIHAD.” [ HR. Muslim no. 1895 ]

Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan, beliau berkata : "Maksudnya, ia akan mendapat pahala dengan sebab jihadnya orang tadi, dan pahala ini akan didapatkan pada setiap jihad, baik sedikit maupun banyak. Pahala tersebut juga diberikan bagi setiap orang yang menjamin kebutuhan keluarga seorang Mujahid dengan baik; seperti menafkahi mereka atau membantu urusan mereka. Dan besar kecilnya pahala tersebut tergantung dari sedikit atau banyaknya bantuan. Di dalam hadits ini terkandung anjuran untuk membalas kebaikan orang yang berjasa bagi Islam dan kaum Muslimin, atau (membalas kebaikan) orang yang mengemban suatu tugas penting demi mereka.” [ Syarah Shahih Muslim (XIII/40) ]

Dan juga Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : “Sabda Nabi “BERARTI IA IKUT BERPERANG”, menurut Ibnu Hibban maknanya bahwa ORANG ITU mendapat pahala yang sama, meskipun tidak terjun langsung ke medan jihad.  Kemudian ia (Ibnu Hibban) meriwayatkan hadits ini, dari Busr bin Sa’id, dengan lafazh : “Ditetapkan baginya pahala seperti pahala Mujahid itu tadi, tanpa mengurangi pahala Mujahid itu sedikit pun.” [ Shahih. HR. Ibnu Hibban (no. 4614 – At-Ta’liiqaatul Hisaan) ]

Dari kedua hadits ini mengandung dua faedah yang dapat kita ambil pelajarannya yang sangat besar :

- Pertama :  Janji yang disebutkan (dalam hadits ini) merupakan imbalan atas PERSIAPAN TERBAIK yang diberikannya, dan inilah yang dimaksud dengan sabda beliau shallallahu‘alaihi wa sallam “HINGGA IA BISA MENUTUP SELURUH KEBUTUHANNYA”.

- Kedua : Bahwa pahala mereka berdua sama besarnya hingga usai peperangan tersebut.” [ Lihat Fathhul Baari (VI/50, cet. Darul Fikr ]

Karena itu, bagi siapa saja yang belum mampu untuk berjihad mengangkat senjatanya, hendaklah ia mencukupi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan karena jihad. Karena siapa saja yang mereka mengetahui ada keluarga mujahid terlantar maka ia akan terkena bencana sebelum ia meninggal sebagaimana yang telah datang dari sunnah, bahwa Nabi shallallahu‘alaihi wassallam bersabda :

“Barangsiapa yang tidak berperang, atau tidak mempersiapkan (perbekalan) perang, atau (tidak) mengurusi dengan baik  keluarga yang ditinggal perang (amaliyat, irhab, ightiyalat dll.). Niscaya Allah akan timpakan bencana atau musibah, …sebelum datang hari kiamat.” [ HR. Abu Dawud, dalam Bab. Jihad 2/318 ]

Ya bencana sebelum hari kiamat, sebagaimana Imam Mujahid Ibnu Nuhas menjelaskan yang di maksud dengan “biqoriatin” disini adalah “Ad-dahiyatus-Syadiidah” maknanya bencana atau malapetaka yang dahsyat, atau musibah, atau menjadikan Allah layak menghukum mereka.” Lihat di Masyariul Asywaq, Imam Mujahid Ibnu Nuhas Ad-Dimasqi Ad-Dimyathy, 1/43. Darun Nafais, Al-Urdun.

Wallahu alam bish-shawwab showab, bisa jadi musibah ini adalah cerai-berainya mujahidin karena ‘terbalut’ ketakutan terhadap ancaman musuh (baca den 88 dan kaki tangannya), hubbuddunya atau gandrung kepada kemewahan, takut hijrah dan berperang/berjihad, takut menyuarakan jihad, takut berinfaq fi sabilillah, perselisihan antar ikhwan yang tidak berujung pangkal, semakin jauhnya ikatan persaudaraan sesama mujahid, tidak open (peduli), hilangnya tsiqoh mutabadilllah sesama mujahid, hasad sesama mujahid, saling menjatuhkan, dan berbagai musibah lain, lantaran mereka tidak benar-benar berjihad (dengan meninggalkan kesempatan amaliyat), tidak mempersiapkan bekal untuk perang dan tidak mau mengurusi keluarga mujahid.

Untuk itu, jangan sampai kita sebagai orang yang tertinggal tidak turut berjihad lalu kita menelantarkan keluarga mujahid, kita bisa makan enak, tidur dengan nyenyak diatas kasur yang empuk, smartphone yang canggih yang slalu kita isi pulsa jika telah habis, gaji berjuta-juta. Akan tetapi kita bakhil dari mengeluarkan infaq fie sabillah meskipun hanya lima puluh ribu perbulan.

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Bandung, 14 Januari 2018
Al Faqir ilaaLLah Sigit Indrajid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar