Senin, 05 Maret 2018

Mentahdzir Umat Dari Manhaj Dakwah Taqiyah

Oleh : Al-Akh Muhammad At-tasiky

Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah menjadikan tauhid sebagai inti islam dan fitrah yang dibenamkan kedalam jiwa setiap hamba. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi panutan yang telah bersabar dalam menanggung ujian diatas dakwah rabbaniyah demi mengeluarkan manusia dari penyembahan kepada sesama manusia menuju penyembahan pencipta manusia. A'mma ba'du.

Barangsiapa yang merenungi ayat-ayat Ilahi dan sejarah para Rasul tentu akan memahami bahwa dakwah utama dan pertama yang disampaikan para Rasul ini kepada umatnya adalah "laa ilaaha illallah".

Allah ta'ala berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ.

"Dan tidaklah kami utus sebelum kamu (Muhammad) kecuali kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah (yang hak) melainkan aku maka beribadahlah kalian semua kepadaku" ( Qs. Al-Anbiya : 25 )

Juga firman Allah ta'ala :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

"Dan telah kami utus bagi tiap-tiap umat seorang Rasul dengan seruan berbidahlah kalian semua kepada Allah dan jauhilah thagut" ( Qs. An-Nahl : 36 )

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Allah telah mengutus seluruh rasul dan menurunkan berbagai kitab untuk memerintah supaya bertauhid yaitu beribadah pada Allah semata, tidak menyekutukan-Nya ( Majmu' Fatawa )

Sejarah Rasulullah Muhammad -shalallahu a'laihi wasallam- menunjukan ibrah yang sama tentang manhaj dakwah tauhid yang rabbaniy yang menjadikan dakwah "laa ilaaha illallah" sebagai fokus utama dakwahnya, terlebih tiga belas tahun pertama dari masa risalahnya di makkah adalah masa-masa umat di jelaskan secara gamblang hakikat tauhid sebelum beralih kepada pembahasan hal-hal lain dari syariat dienul islam ini.

Maka tidak ada manhaj lain yang patut untuk ditempuh dalam menjalani hari-hari dakwah islam pada saat ini kecuali menjadikan dakwah tauhid ini sebagai prioritas dan slogan utama dalam dakwah kepada seluruh lapisan umat sebagai bentuk ittiba' kepada sunnah nabawi dalam berdakwah.

Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata,

لَمَّا بَعَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مُعَاذًا نَحْوَ الْيَمَنِ قَالَ لَهُ  إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ ، فَإِذَا صَلُّوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ

“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, ia pun berkata padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab. Maka jadikanlah dakwah engkau pertama kali pada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka kabari mereka bahwa Allah telah mewajibkan pada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah shalat, maka kabari mereka, bahwa Allah juga telah mewajibkan bagi mereka zakat dari harta mereka, yaitu diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan disalurkan untuk orang-orang fakir di tengah-tengah mereka. Jika mereka menyetujui hal itu, maka ambillah dari harta mereka, namun hati-hati dari harta berharga yang mereka miliki.” ( HR. Bukhari no. 7372 dan Muslim no. 19 )

Risalah singkat ini saya tulis sebagai bentuk kepedulian terhadap umat, keprihatinan terhadap dakwah, dan nasihat kepada saudara-saudari saya para dai' dan dai'yah yang telah mengorbankan jiwa dan hartanya demi menyalakan mercusuar hidayah ditengah gelapnya kabut fitnah

عن أبي رقية تميم بن أوس الداري رضي الله عنه, أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قلنا: لمن؟ قال: لله, ولكتابه, ولرسوله, لأئمة المسلمين وعامتهم. رواه مسلم

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama itu nasehat" . Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Untuk Allah, RasulNya, kitabNya, para pemimpin kaum muslimin, dan keumuman mereka (umat islam). ( HR. Muslim )

Apa keprihatinan yang mendorong penulis untuk menulis risalah ini? Yakni muncul dan merebaknya manhaj dakwah taqiyah dikalangan ikhwah yang dibawa oleh beberapa asatidz atau ustadzaat. Apa itu manhaj dakwah taqiyah? Yakni manhaj menyembunyikan dakwah tauhid dihadapan manusia. Agar tidak berbelit-belit saya bawakan beberapa contoh dari kejadian terjangkitnya jamaah-jamaah dakwah kita dengan virus ini

Contoh 1 :
Ada seorang ikhwah naik keatas mimbar khutbah jum'at kemudian menjelaskan tentang syirik demokrasi dan hukum kafir bagi siapa yang berpartisipasi dalam demokrasi ini dihadapan para jama'ah jumat yang terdiri dari masyarakat umum kaum muslimin. Kemudian setelah khutbah ikhwah ini dipanggil oleh masu'l jamaah dan diperingati agar tidak menyampaikan materi seperti ini dihadapan masyarakat umum dengan alasan siasat dakwah.

Contoh 2 :
Ada seorang ustadz yang dimusuhi oleh ormas-ormas "islam" yang lain karena ketegasanya dalam menyampaikan batas-batas tauhid dan syirik, sunnah dan bida'h, sementara di lain sisi ada ustadz yang diterima semua kelompok (bahkan kelompok islamiyyin demokratiyyin) namun dihadapan umum dia tidak pernah membahas masalah syirik dan bida'h secara gamblang dan hanya membahas materi-materi yang diterima "semua pihak". Maka para ustadz dan ikhwah yang lain mengatakan ustadz yang pertama tidak faham staregi dakwah sedangkan yang kedua adalah yang faham strategi maslahat dakwah.

Contoh 3 :
Sebuah jama'ah dakwah mempunyai dua jadwal ta'lim, yang satu untuk ikhwah secara khusus yang kedua untuk umum, maka ketika jadwal untuk ikhwah materi ta'limnya adalah tentang tauhid sementara jika untuk umum materinya adalah ibadah-ibadah harian seperti shalat, wudhu, shaum, dan lain semisalnya.

Dan masih banyak contoh dari berbagai wilayah mulai dari aceh sampai pulau seram yang jika dibeberkan semuanya akan memenuhi ribuan lembar kertas hvs.

Ikhwati fillah rahimakumullah...

Apa natijah dari contoh-cintoh diatas?
Dari contoh yang pertama kita bisa mengambil sebuah ibrah bahwa sebuah jamaah yang sudah terjangkit manhaj taqiyah ini akan mencela siapa saja diantara mereka yang berusaha untuk idzharudien dengan menjelaskan kekufuran dan kemusyrikan ditengah-tengah umat, yang tidak ada lagi jalan untuk idzharudin kecuali dengan jalan ini.

Berkata syaikh Hamd ibnu A'tiq :

و كلّ طائفة من طوائف الكفر فلابدّ ان يشتهر عندها نوع منه، ولا يكون المسلم مظهيراً لدينه حتى يخالف بما اشتهر عندها ويصرح لها بعداوته والبرائة منه

"Dan setiap kelompok dari kelompok-kelompok kekufuran ini pasti memiliki suatu kekufuran yang mereka masyhur dengan hal tersebut, dan tidaklah seorang muslim disebut telah mengidzharkan diennya sampai dia menyelisihi kekufuran yang masyhur dari setiap kelompok ini, dan terang-terangan menyatakan permusuhan dengannya, dan keberlepasan diri dari hal tersebut. ( Risalah Idzharudien )

Sebagaimana telah mafhum bahwa idzharudien adalah wajibatudien yang seorang tidak diudzur untuk meninggalkannya ketika dia mampu dan memiliki kesempatan untuknya sementara yang tidak mampu diudzur karena ketidak mampuannya. Dan telah mafhum juga dalam kaidah tentang kewajiban dan rukshah, bahwa orang yang mengambil rukshah tidak boleh menghalangi-menghalangi orang yang tidak mengambil rukhsah untuk melaksanakan kewajibannya, sementara dalam contoh tadi Masu'l Jama'ah yang kita asumsikan sebagai seorang yang lemah dan tidak mampu idzharudien malah menghalangi-menghalagi orang yang mampu untuk idzharudien, tentu ini merupakan sebuah hal yang aneh dan bodoh, disamping apa udzur bagi sebuah jamaah dakwah untuk mengdzahirkan dakwah tauhidnya hari ini? Apakah sudah ada dinegeri ini yang ditangkap oleh thagut gara-gara hanya berdakwah? Saya fikir tidak ada, dan seandainya ada itupun bukan udzur karena pemenjaraan, penyiksaan, pengusiran, pembunuhan adalah resiko dakwah ini.

Maka barang siapa yang tidak memiliki kemampuan untuk mengidzharkan dien ini maka kita persilahkan untuk turun dari mimbar dan biarkanlah yang mampu untuk melakukannya.

Sementara dari contoh yang kedua kita bisa mengambil poin bahwa mindset orang-orang yang terjangkit virus manhaj taqiyah ini akan menjadikan maslahat dakwah yang mereka klaim sebagai segala-segalanya  dan menjadikan penerimaan manusia terhadap seorang figur dai' sebagai standar kesuksesan dakwah. Padahal tidak demikian adanya karena kemaslahatan dakwah terbesar adalah terjaganya manhaj dakwah ini dari segala penyimpangan walaupun para pemgembannya yang dijadikan taruhan

Berkata ustadz Sayyid Qutb dalam "Fi dzilalil Quran",

"Tidak ada jalan lain, kalimat 'mashlahat dakwah' harus dibuang jauh-jauh dari kamus para aktifis dakwah, karena ia telah memalingkan mereka dari tujuan dakwah yang mulia dan menjadi pintu masuk syaitan untuk menyesatkan mereka setelah gagal menjerumuskan mereka melalui pintu mashlahat pribadi."

Lebih lanjut Sayyid Quthb menambahkan :

"'Mashlahat dakwah' telah menjelma menjadi berhala, Ilaah yang diibadahi oleh para aktifis dakwah dan menjadikan mereka melupakan manhaj dakwah Rasul yang murni dan orisinal.Karena itu, wajib bagi setiap aktifis dakwah untuk tetap istiqomah di atas manhaj Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam serta dengan sekuat tenaga menjaga agar tidak tergoda oleh segala bujuk rayu yang pada akhirnya justru akan menghancurkan bangunan dakwah yang telah mereka bina.

"Ketahuilah bahwa satu-satunya bahaya yang harus terus diwaspadai oleh para aktifis dakwah adalah penyimpangan dari manhaj dakwah Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam dengan alasan apapun, sekecil apapun penyimpangan itu." -selesai perkataan beliau -

Apa manhaj Rasul yang harus dijaga? Yakni tegasnya dalam menyampaikan kebenaran dihadapan segala macam kebatilan dan tidak membiarkan kebatilan berlalu dihadapannya kecuali ia mengingkari nya. Ini merupakan manhaj qurani yang senantiasa menjelaskan jalan-jalan kebatilan kepada manusia.

Allah ta'ala berfirman,

وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ

"Dan demikianlah kami jelaskan ayat-ayat ini dan agar jelas pula jalan para pendosa" ( Qs. Al-An'am : 55 )

Menjelaskan jalan-jalan kebatilan adalah sebuah kewajiban bagi seorang dai' agar jelas dihadapan manusia yang benar dan yang salah, walaupun resikonya tentu akan dimusuhi oleh para pengusung kebatilan, misal, jika antum menjelaskan syirik demokrasi maka antum pasti akan dimusuhui oleh orang PKS, jika antum ingkari syirik kubur dan ritual-ritual bida'h yang merebak di masyarakat maka antum akan dimusuhi oleh orang NU, jika antum meng hati-hati kan manusia dari faham Irja' maka antum akan dibenci oleh orang-orang salfy mazu'm, ini merupakan sunnatullah dan bukan merupakan sebuah aib dan masalah.

Sedangkan kebalikannya adalah mencari muka dan keridhaan manusia dengan membuat Allah murka. Dengan alasan agar diterima umat maka kemusyrikan dan bida'h yang terjadi "ditunda" dulu pengingkarannya untuk mencari simpati mereka, maka tanyakanlah manhaj siapa ini? Manhaj Rasulullah? Tentu jawabannya bukan!

Disebutkan dalam sebuah hadits,

عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رضى الله عنها أَنِ اكْتُبِى إِلَىَّ كِتَابًا تُوصِينِى فِيهِ وَلاَ تُكْثِرِى عَلَىَّ. فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها إِلَى مُعَاوِيَةَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ

"Dari seseorang penduduk Madinah, ia berkata bahwa Mu’awiyah pernah menuliskan surat pada ‘Aisyah -Ummul Mukminin- radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata, “Tuliskanlah padaku suatu nasehat untuk dan jangan engkau perbanyak.” ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menuliskan pada Mu’awiyah, “Salamun ‘alaikum (keselamatan semoga tercurahkan untukmu). Amma ba’du. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.” ( HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276 )

Maka berhati-hati lah dengan menilai kesuksesan dakwah dari banyaknya pengikut, karena diantara para nabi ada yang ia berdakwah ratusan tahun hanya mendapatkan segelintir kecil manusia yang mengikutinya namun itu bukan sebuah cela, bahkan ada nabi yang dikejar-kejar dan dibunuh oleh kaumnya sendiri tanpa seorang pun yang menolongnya dan itu bukan sebuah cela, karena mereka (para nabi) ini adalah manusia yang selalu komitmen dengan dakwah tauhid berlandaskan manhaj rabbaniy dan bukan para pencari muka.

Kemudian pada contoh yang ketiga kita mendapati virus manhaj taqiyah ini mengajak para inangnya untuk menyembunyikan ilmu dan bayan dari manusia, padahal kita telah sama sama bersepakat dengan sebuah kaidah, 

لا يجوز تأخير البيان عند الحاجّة

"Tidak boleh mengakhirkan penjelasan ketika saat dibutuhkan"

Sedangkan jika sistem "amniyah dakwah" yang konyol seperti itu masih dipakai maka yang ada adalah kedzaliman terhadap umumnya umat kaum muslimin yang sangat membutuhkan penjelasan tauhid yang benar melebihi hal apapun dan bentuk piciknya pemikiran para "manager dakwah" ini demi meraup masa dengan cara cara yang batil. Kenapa hal ini disebut kedzaliman? Silahkan simak penjelasan ini.

Berkata syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah :

فاعلم انّ العبادة لا تسمّي عبادة إلا مع التوحيد كما انّ الصلاة لا تسمّي صلاة إلا مع الطهارة

"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ibadah itu tidak disebut ibadah kecuali jika dibarengi dengan tauhid, sebagaimana shalat tidak disebut shalat kecuali dengan thaharah" ( Qowai'dul A'rba )

Dari qoul diatas kita bisa mengambil faidah bahwa sesuatu ibadah tanpa tauhid adalah sia-sia, lalu apa artinya mengajarkan umat tentang sifat shalat nabi, tentang adab-adab membaca quran, fiqh rumah tangga "terlebih dahulu" kemudian menunda penjelasan tauhid padahal itu sangat dibutuhkan? Saya tidak menafikan pentingnya ilmu-ilmu diatas dan kewajiban untuk mengetahuinya, namun yang saya bahas adalah prioritas penyampaian sesuai kebutuhan, apalah arti shalat yang sesuai dengan tuntunan nabi jika orang tersebut masih menjadi abdi thagut dan bergelimang kemusyrikan?

Saya analogikan jika seorang dokter menemukan pasien yang mengidap penyakit kanker kronis, sariawan, dan panu, mana yang akan lebih dahulu diberitahukan kepada pasien untuk kemudian diambil sebuah tindakan pengobatan, tentu kanker yang mengancam jiwanya yang akan didahulukan, lalu bagaimana jika malah panu nya dulu yang difokuskan untuk diobati? Tentu dokter ini kalau bukan dokter gila pasti dokter gadungan!

Maka bertakwalah kepada Allah dalam dakwah ini, ingatlah firman Allah tentang perjanjianNya dengan orang-orang yang diberi pemahaman tentang kitabNya,

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ

"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu) : "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," ( Qs. Ali Imran : 187 )

Imam Al-Qurtubi menukil dalam tafsirnya,

وقال محمد بن كعب : لا يحل لعالم أن يسكت على علمه ، ولا للجاهل أن يسكت على جهله

"Berkata Muhammad bin Kaab : Tidak halal bagi seorang a'lim untuk diam dengan ilmunya, dan tidak halal bagi seorang yang bodoh untuk diam dengan kebodohannya"

Bertakwalah kepada Allah dan janganlah menjadi orang-orang yang menyembunyikan bayyinah dari Allah yang harusnya dijelaskan kepada umat, dan tidak ada sesuatu yang lebih mendesak untuk dijelaskan kepada umat melebihi tauhid dan perinciannya. Ingatlah ancaman Allah bagi orang-orang yang menyembunyikan apa yang seharusnya dia jelaskan dari ilmu dan kitab Allah,

Allah ta’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ * إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” ( Qs. Al-Baqarah : 159-160 )

Berkata Al-Khatabi -rahimahullah- :
"Ini berlaku pada ilmu yang harus diajarkan kepada orang lain yang hukumnya fardlu ‘ain. Seperti halnya seorang yang melihat orang kafir yang ingin masuk Islam dan berkata : ‘Ajarkanlah aku, apa itu Islam ?’. Juga seperti orang yang baru saja masuk Islam yang tidak bagus shalatnya. Saat waktu shalat tiba, ia berkata : ‘Ajarkanlah aku, bagaimana aku melakukan shalat’. Juga seperti seseorang yang datang meminta fatwa dalam perkara halal dan haram. Ia berkata : ‘Berikanlah aku fatwa dan bimbinglah aku’. Barangsiapa yang menemui perkara-perkara seperti ini, hendaklah ia tidak menahan jawaban. Barangsiapa yang menahan jawaban, maka ia berdosa dan layak mendapatkan ancaman." ( Syarhusunnah Al-Baghawi )

Sebagian ulama mengatakan bahwa persoalan yang harus dijawab dan diterangkan oleh seorang alim itu bisa berbentuk pertanyaan secara langsung atau kejadian yang menuntut untuk dijelaskan tentang hakikat perkara tersebut, kemudian renungkanlah apakah ada pertanyaan yang lebih mendesak jawabannya daripada masalah-masalah tauhid ini? Ditambah dengan waqi' yang sama sama kita lihat bahwa kemusyrikan sudah menjadi hal yang lumrah ditengah masyarakat serta kebodohan yang merata ditengah umat tentang pokok dien islam ini, lalu apa alasan dihadapan Allah ketika seorang dai' menunda penjelasan tauhid kepada umat pada saat-saat genting seperti ini kemudian mengalihkan pembahasan pada hal-hal furu'?

Ikhwati fillah rahimakumullah...
Inilah sekelumit hal yang layak kita evaluasi bersama agar dakwah tauhid dinegeri ini menjadi dakwah yang berbarakah dan membuahkan hasil yang nyata sebagai landasan bagi kemenangan islam dan kaum muslimin, terlebih fajar islam hari ini semakin berkilau cahayanya dibawah kibaran panji Daulah Islamiyyah, daulah yang tegak diatas tauhid dan permusuhan yang nyata kepada thagut, maka ini adalah masa masa kita menegakan kepala, dan melantangkan gema tauhid keseluruh penjuru negeri, maka buanglah manhaj-manhaj taqiyah dan fiqih-fiqih kekalahan yang selama ini menjadi hal yang memundurkan perjalanan dakwah tauhid dan jihad ini. Jadikanlah tauhid sebagai seruan pertama dan utama dihadapan manusia. Staregi dakwah yang harus difikirkan adalah bagaimana menyampaikan tauhid ini dengan cara yang paling baik dan benar, bukan dengan menunda penjelasan tauhid dengan alasan mencari simpati manusia.

Ingatlah perkataan Syaikh Al-Adnani -rahimahullah- :

"Kami tidak akan pernah merayu-rayu manusia agar mau menerima dienullah dan menegakkan hukum dengan syariat Allah. Maka siapa yang ridha, maka inilah syariat Allah, dan siapa yang benci, murka dan enggan, maka kami tidak peduli dan inilah dienullah. Kami akan kafirkan orang-orang murtad dan bara’ dari mereka, kami musuhi orang-orang kafir dan musyrik dan membenci mereka" ( pidato dengan judul : liyahyaa man yahyaa a'n bayyinah )

Kewajiban seorang dai' tidak lebih dari menyampaikan risalah dakwah dengan jelas, adapun hasil dakwah berupa penerimaan atau penolakan itu bukan tanggunannya, sebagaimana kewajiban ini pula yang Allah bebankan kepada para RasulNya,

وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

"Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang". ( Qs. An-Nur : 24 )

Terakhir saya tutup risalah ini dengan permintaan maaf jika ada kata yang kurang tepat atau kesalahan dalam penyampaian, kemudian mudah-mudahan evaluasi dan perbaikan yang kita lakukan menjadi wasilah untuk turunnya pertolongan Allah bagi dakwah tauhid dan jihad di negeri ini khususnya, serta menjadi pembuka bagi berkibarnya panji tauhid dan khilafah di negeri nusantara.

اللهمّ انّي قد بلغت اللهمّ فاشهد

13 Rabiu'l Akhir 1439 H.
Mu'taqol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar